Daftar Blog Saya

Sabtu, 30 Maret 2013

Putri Hayal Menemukan Cinta

“PUTRI HAYAL MENEMUKAN CINTA”

            Bisa selalu ada di dekat mu, senyum selalu merekah seperti bunga di musim semi tatkala kita bertemu, kehampaan terpecahkan karena adanya dirimu yang selalu di dekatku, sikapmu yg tak lepas dari romantisme mebuatku selalu bagaikan puteri pagi yg selalu berseri.....
“DuuaarRR !!!” hhhaah terdengar guntur yang menyambut datangnya rintik hujan yg mengagetkan sekaligus membuyarkan hayalan ku saja. Hhmm.. rasanya aku harus bergegas pergi dari tempat mengembangkan daya imajinasi ku ini, karena hujan turun semakin deras.
Sesampainya di rumah..
“Meydaaa...! Kenapa baju mu basah begini sih nak???” sambut ibu ku. “di luarkan hujan bu.” Jawab ku singkat. “Iyaa, ibu tau. Tapi kenapa kamu bisa hujan-hujanan seperti ini? Mana mobilmu?” lanjut ibu. “Mey taruh di kantor bu. Tadi Mey sedang malas menyetir.” Balasku. “Kamu ini, malas menyetir malah hujan-hujanan. Padahal bisakan naik taxi...” gerutu ibu ku.
            Setelah membersihkan diri, ku rebahkan tubuhku dan menatap langit-langit kamarku. “Sampai mana tadi hayal ku? Haaaahh apakan terus menjadi imajinasi? Bisakah menjadi nyata? Entahlah ...” gumam ku dalam hati. Masih sama tak ada kabar darinya ketika ku melihat layar ponsel ku.
Sehari dua hari, yaah selama satu minggu ini dia menghilang. Walaupun begitu, tak lupa ku kirim pesan singkat menyambut pagi dan malam untuknya. Tapi percuma, tak ada respon. Sikapnya memang kadang hangat kadang dingin, huaah... sungguh membingungkan hati.
***
“Meeey... bangun meeey ! Lihat matahari sudah meninggi. Hari ini kamu berangkat kerja kan Mey?”
Ooh tidaaak. Aku bisa terlambat.. Bukan ! maksudku aku sudah terlambat !!! “Iya bu ..” balas ku seadanya.
“Bu aku langsung berangkat ya, sudah terlambat” pamitku. “Sarapan dulu Meeey..”
***
Sudah kesiangan, perut tak ku isi, dan mobil ku tinggal di kantor, lengkap sudah penderitaan ku... Oh ! aku lupa, kunci mobil ku tertinggal... yaaah tak mungkin juga ku kembali lagi untuk mengambilnya. Ku percepat langkah ku dan segera ku hentikan taxi yang melintas di depan ku, hampir lupa jika jam 10 nanti ada rapat produksi.

“Hey Mey, kenapa masih berdiam diri. Kau tak lapar?” sapa Debbie mengagetkan ku. “Oh, apa rapat sudah selesai?” balas ku asal. “Hahaha.. Kenapa kamu Mey, udah seleasai dari tadi.” Balasnya ejek. “Oowh.”
“Kamu ngga pergi makan siang ni?” tanyanya lagi. “Kunci mobil ngga kebawa, jadi ngga bisa kemana-mana.” Jawabku lemas. “Ya sudah ayo, makan siang dengan ku” ucapnya sambil menarik tangan ku.
***
“Ciyee.. Gimana dengan pacar baru kamu Mey” ucap Debbie di tengah menyantap makan siang. “Ehem.. uhuk.. pacar baru? Maksud mu?” kaget ku mendengarnya. “Iya, Tiyo? Sekarang kamu sama dia kan?” terusnya. “Oh, ngga ko.” Ucapku. “Perasaan ngga mulu, kapan iya nya? Haha” lanjutnya. “Entahlah Bie..” sahut ku lesu. “Iya maaf-maaf, jangan lesu gitu dong” hibur Debbie. “Gue berasa lagi di gantung di bawah pohon toge tau ngga Bie!” cetusku. “hahaa..” tawanya.
***
“Ggrrr..ggrrr...” getar ponselku. “Sore Mey mey” dari Tiyo, hhmm terima pesan dari nya senang bercampur kesal. Kemaren-kemaren kamu kemana saja?!
Setelah ber sms ria ini dan itu, akhirnya dia ingin menjemputku, kebetulan sekali, toh kunci mobilku juga tertinggal di rumah.
Dia mengajakku refresh dulu sebelum mengantarku pulang. Sesamapainya dirumah, haaaahh senang sekali rasanya, andai bisa seperti ini terus dan terus. Andai dia bisa jadi milikku, mungkin rasanya seperti..... “Mey, siapa tadi yg mengantarmu?” suara ibuku memecahkan imajinasi ku. “owh itu tadi Tiyo bu.” Jawab ku.
***
Tatapan mata yg selalu meneduhkan hati, ingin rasanya ku rengkuh. Tapi rasanya aku harus menunggu. Menunggu? Sampai kapan aku harus menunggu? Cukup lama aku menunggu kepastian, tapi kepastian itu tak kunjung datang! Kau sudah tau rasa yg ada, tapi ... aaahh sulit dijelaskan dengan kata-kata. Senyum mu memberikan arti tersendiri buatku. Tapi entahlah dengan senyum ku untuk mu. Tiupan angin semakin membuai dunia imajinasi ku. Rasanya tempat ini cocok sekali untuk berimajinasi, berhayal, hahaha kegiatan konyol sebenarnya, tapi tak ada yang bisa kulakukan selain berharap dan berimajinasi.
“Door !” seru Debbie “aahh Bie ! hampir saja jantung ku terlepas dari kedudukannya!” sewot ku. “Hahaha ya abis, ngelamun mulu..” sahutnya. “Bie..” panggilku. “apa?” “Bie, sebenarnya dia menganggapku apa sih Bie.. semakin hari rasanya semakin tak jelas!” curhatku. “Ya sudah lepaskan saja dan lupakan” balasnya. “Iya Bie, rasanya ngga bisa lagi, lelah batin ku Bie..” lanjutku. “Iya udah sini aku pijetin.” Celotehnya. “iiih Bie ! bukan gitu. Bie.. kalau dia benar hanya permainkan rasa ku, berarti dia jahat banget ya Bie. Kenapa ya Bie, pernah ku tanya bagaimana perasaan dia, dia Cuma diam.” Ucapku sambil bersandar pada pundaknya “Ya berati dia itu hanya mempermainkan mu Mey..” tungkasnya. “Iya kali ya Bie.. tapi kenapa susah banget buat ngilangin rasa ini, semakin ku berusaha tuk menghilangkan rasa ini semakin tersiksa batin ku rasanya Bie..” lanjutku sambil menahan embun yg keluar dari mata ku agar tak jatuh. ”semua itu butuh proses” jawabnya singkat sambil mengusap embun yang telah jatuh.
***
“Iyo, bisa kita bertemu sekarang?” pesan singkat ku. Menunggu balasan pesan singkat dari dia rasanya ku harus menunggu berabad-abad, melewati pergantian cuaca, iklim, sampai musim panca roba. Huuufh. . .
“Bisa, tapi mau apa?” balasnya dingin. Huuuh begitu dinginnya mengalahkan dinginnya suhu kutub utara balasan pesan darimu hingga mampu membekukan hati ku. Hemmph . . .
“Ada yang ingin aku bicarakan. Apa kau punya waktu? Kalo lg sibuk, ngga bisa juga ngga papa ko. Gak terlalu penting juga sih kayanya buat kamu pembicaraan ini. Hehee..”
“hmmp.. Emg mau ngomongin apaan sih. Ya sudah, iya. Tapi aku ada waktu jam 7 malam ini? Ngga papa?”
“Owh, ya udah ngga papa. Aku tunggu di cafe biasa ya?”
“Okey..”

Bintang redup, tak seperti biasanya. Malam terlihat sedikit kusam namun masih terselip keindahan yang terlihat. Bulan separuh yang tertutup awan kelabu menemani ku yang sedang menunggu seseorang di lantai atas cafe ini. Sudah hampir terlambat setengah jam dia belum muncul juga.
“Hey Mey, maaf udh nunggu lama. Hehe” ucapnya. Deegg.. dengan siapa dia kemari, wanita itu terlihat manis.. “oh hehe, iya ngga papa” balas ku. “Ini siapa Iyo?” lanjut ku. “Oh iya, ini Dea. Tadi aku yang mengajaknya sekalian pulang bareng searah soalnya, Gak masalah kan?” terangnya. “Oh, ii..iya  ngga papa ko” balas ku dengan senyum tipis.
OMG.. lagi-lagi rasanya nafas ku tersumbat, kata yang ingin ku bicarakan rasanya tercekat, rasanya aaaah seperti runtuh batin ku sudah lah kaget, kacau tak karuan. Kenapa dia harus membawa teman nya itu.. tapi apa itu benar temannya? Aaahh tak tau lah .
“Oh iya, mau ngomongin apa Mey ? tanyanya.
“Haaaah..  bagaimana ini Tuhan ... apa yg harus aku lakukan? Tak mungkin ku bicarakan ini dengan adanya Dea.” Gerutu ku dalam hati.
“Meeey, ko bengong” katanya lagi. “Oh iya iya sorry, emm apa ya.. sebenernya ngga ada omongan apapun sih, cuma mau ngobrol santai aja gitu,, tapi kayanya kamu buru-buru ya.. ya udah, kapan-kapan lagi aja deh ngborlol santaynya, barang kali kamu mau mengantarnya pulang. Hehe” jelas ku tak karuan.
“huu Meeey..Mey, yasudahlah aku balik ya?” pamit nya.
Apaaa? Beneran dia mau pulang? Dia lebih mihak Dea? Oh tidaak.. (gumam ku dalam hati)
“Meeey...?” sahutnya lagi.
“Iy..iyaa iya ngga papa, maaf ya Yo.” Jawab ku gugup.
“iya udah aku cabut dulu..” ucapnya sambil meninggalkan ku sendiri disini.
***
Aku pulang dengan langkah gontay, rasanya benar-benar hancur semakin hancur harapan ku. Ya Tuhan apa yg harus aku lakukan? Bantu aku mengikis sedikit demi sedikit rasa ini. Tak sanggup rasanya jika rasa ini terus bertengger dalam hati. Tak mampu ku memiliki rasa yg tak terbalas jika benar begitu pada nyatanya.
***
“Pagii Nona manis, pagi-pagi ko sudah murung kusam kusut tekak tekuk tak berbentuk gitu si muka nya? Hehee..” sapa Debbie “Apa an si Bie, lagi ngga mood buat bercanda bie” balas ku jutek. “Ada apa si ada apa? Kenapa?” tanyanya cari tau. “Ngga kenapa-kenapa, lagi ngga mau di bahas dulu lah” jawabku sedikit kesal. “Iya deh iya sorry.. cari cemilan yuu’?” ajaknya. “Sorry Bie, lagi males ngapa-ngapain” tanggap ku. “huuuw.. Ya udah deh” katanya sambil mencubit pipi ku. “Iiih, Biie.. !” teriak ku.. “Hahahaa” tawanya seraya pergi.
Tugas kantor yang menumpuk sangat menyita tenaga ku. Sudah jam istirahat. Ketika ku melihat ponsel “Mey Meeey ku, makan siang yuu’? aku tunggu di depan kantor mu jam setengah satu yaa?” sebuah pesan dari Tiyo.
Sebenarnya apa sih yang dia mau.. Semakin membuatku bingung dan tak mengerti, sekaligus membuat niat ku ragu untuk melupakannya. (gumam ku dalam hati)
“Okey Yo, aku tunggu..” balas ku.
***
“Mau lunch dimana nih?” tanya nya. “Dimana aja deh yg penting makananya T O P yaa !! hehe” jawabku. “okeeey, tenang aja pasti T O P.. haha” lanjutnya. Mobil pun di pacu menuju resto yang ia tuju.
Pembicaraan-pembicaraan pun menyelingi santapan siang kali ini, hingga akhirnya...
“Iyo, boleh aku tanya sesuatu?” ijinku. “Iya bolehlah, emang mau tanya apa?” jawabnya. “Jujur Yo, aku pengen kamu jujur. Sebenernya kamu anggep aku apa? Kamu udah tau perasaan aku ke kamu kaya gimana kan? Kalo aku udah suka sama kamu.. kamu tau itu kan?” tanyaku. “iya aku tau..” jawabnya singkat.
“hoooh gitu ajh respon kamu?” gumam ku dalam hati. “Lalu...” terputus olehnya ucapan ku. “Gini loh Mey, buat saat ini kamu masih aku anggap sebagai temen baik aku. Kalau buat kembali ke rasa yang kaya dulu, aku gak tau. Kita jalanin aja seperti air yg mengalir” jelasnya.
Berembun sudah mata ku, “Iyo, kamu sadar tidak? Secara tak langsung kamu udah mainin perasaan aku Yo, kenapa kamu ngga jujur dari awal kalau rasa kamu yang dulu ke aku udah hilang sekarang? Kenapa kamu ngga bilang? Kenapa kamu kasih harapan ke aku Yo kenapa? Tp ternyata itu hanyalah harapan, harapan palsu !” celoteh ku dalam hati.
“Maaf Mey, jika perasaan mu merasa terlukai. Skg kamu merasa seperti itu? Kamu merasakannya? Kamu tau mey...? Dulu perasaan ku jauh lebih sakit dari sekarang yg kamu rasa. Lebih sakit Mey lebih sakit..” ujarnya dengan mengusap embun yg jatuh dari mata ku.
“Haaah? Jadi maksud mu kau ingin membalas semua rasa sakit hati mu, begitu Yo? Oh, sungguh tak ku percaya. Oke Yo, aku minta maaf kalau aku dulu pernah menyianyiakan perasaan kamu yang udah kamu kasih ke aku. Tapi Yo, sungguh aku tak ada maksud untuk menyianyiakannya dengan sengaja, tapi saat itu aku belum yakin Yo dengan perasaan mu itu, apalagi dengan perasaan ku saat itu. Tapi kenapa kamu tega Yo?!” jelasku dengan menepis tangannya dan berlari keluar meninggalkan resto itu.
***
Ya Tuhan tolong hentikan laju derasnya air yang keluar dari mata ini. Mengapa aku harus menangis, untuk orang sepertinya?! Kini harapan ku terberai dan teromabang ambing oleh tiupan angin, seperti debu yg bertebaran tiada arti. Dan aku seperti burung yang hanya memiliki sebelah sayapnya, hingga tak dapat membawa terbang tinggi harapan yang kupunya.
Itu dengan harapan ku, lalu bagaimana dengan keadaan hati. Apa kau baik-baik saja? Haah.. tak mungkin jika baik-baik saja. Hati ku yg rapuh sebelumnya kini menjadi runtuh. Ku kumpulkan kepingan hati ku, dan ku tata kembali, tapi... ini sangat sukar. Tuhan.. tolong bantu aku.
“Sudaaah..” suara yang memecahkan kesunyian tempat ini. Ternyata Debbie.. “terimakasih Bie” sambil ku raih saputangan yg ia sodorkan pada ku. “Bie, ternyata dia lebih kejam dari yang ku kira. Dia hanya ingin aku merasakan sakit seperti yang dia rasakan dulu karena ku. Harusnya aku tau itu dari awal. Aku memang bodoh ya Bie.” Curhatku disertai dengan isakan tangis ku yg tak kunjung henti.
“Iya kau bodoh Mey, kau tak tau siapa yg lebih menaruh rasa padamu. Apa kau tak sadar dengan perasaan ku ini meey..?” gumam Debbie dalam hati.
“Bie, kenapa kau diam saja. Kau tak seperti biasanya. Kau kenapa? Apa ada masalah juga?” tanya aku lanjut.
“Miris, aku tak bisa melihat wanita yg kusayangi kali ini benar-benar sedih. air matanya membuat hati ku terhenyut jauh lebih dalam.” ucap Debbie dalam hati.
“Bie...” panggil ku lagi.
“Oh ii..iiya.. ngga ada ko ngga ada masalah. Ya udah kamu berenti nangis dong. Kalo gak berenti juga, nanti bisa jadi masalah buat aku.” Ujar Debbie. “iih.. apa sii Bie..” balas ku se adanya.
“Oh ya, tadi kamu di panggil oleh Pak Seto. Tapi dari jam makan siang sampai jam pulang kamu tak muncul juga. Ternyata dari tadi ada disini?” jelas Debbie.
Jawabku hanya dengan anggukan kepala. “Tapi, ngapain dia cari aku?” lanjutku. “entahlah..?” jawab Bie sambil mengangkat bahu nya. “Kau mau pulang? Ayo aku antar” lanjutnya mengajak. “Baiklah.. thanks ya Bie..” balas ku dengan tersenyum.
***
Keesokan harinya...
Sudah ada surat tugas di atas meja kerjaku, tugas apa ini kira-kira. Hemmmh..
“Australi?” ucapku kaget. “Kenapa Mey?” ucap Bie menyambar seperti bensin yg terkena api. “Haaah pak Seto.. kenapa harus aku sih..?!” keluh ku. Bie langsung mengambil surat yang sedang ku pegang. “kenapa wajah mu ikutan lesu Bie? Yg akan berangkat kan aku, bukan kau” ujarku. “tiga tahun? Lama sekali Mey...” ucap Bie melemah. “Ya bagus kan buat mu, tak ada yang merepotkan mu lagi nanti untuk tiga tahun kedepan.” Kataku sambil membereskan meja kerja ku karena sore ini juga harus segera take of.
Ya, aku di tugas kan untuk mengadakan penelitian dan kerjasama dengan perusahaan yang ada di Australi selama tiga tahun kedepan. Cukup lama dan menjenuhkan sekali memang, tapi ya sudah lah. . .
Sore harinya, aku segera ke Bandara di antar oleh Debbie. Di dalam perjalanan menuju bandara ponsel ku berbunyi, ”Mey, tadi aku kerumah mu tapi tak ada orang satupun di rumah mu. Kau sedang ada dimana sekarang?” pesan dari Tiyo. “aku sedang ada urusan di luar” balas ku ketus. “Oh, ya sudah.. aku ke rumah mu hanya ingin mengantarkan undangan pertunangan ku dengan Dea. Aku taruh bawah pintu ya?” balasnya lagi.
Apaaah? Pertunangan?! Seketika Hati ini seperti tersayat-sayat. Oh rasanya perih.. amat perih. Mata ku pun yang sedari tadi berkaca-kaca akhirnya terpecah juga menjadi hujan air mata. Ya Tuhan, begitu jahat nya dia, sama sekali tak bisa menjaga perasaanku.
“Kenapa Mey?” tanya Bie sedikit panik. “Tiyo.. Bie, Tiyo akan bertunangan dalam waktu dekat ini dengan Dea.” Seketika tangisan ku menjadi-jadi.
“Tiyo lagi, Tiyo lagi...” gerutu bie dalam hati.
***
“Thanks Bie, kamu udh nganterin aku. Bie, aku boleh ngerepotin kamu sekali lagi?” pinta ku. “Berkali-kali lagi juga ngga papa Mey, hehee” celoteh bie. “Biiiee.. kamu ini. Bie tolong sampaikan salam ku pada Tiyo yah? Mungkin ini salam menjadi salam terakhir dari ku, karena aku tak akan masuk dalam hidupnya lagi. Mungkin ini salah satu jalan buat ku untuk menghilangkan kesedihan yang aku rasakan saat ini. Dan mungkin aku bisa menemukan jodoh bule ku di sana, hahaha” kata ku. “jangan Mey, jangan cari jodoh di sana, nanti bagaimana dengan ku.” Celah Bie. “Apa sih Bie maksudmu, hahaha. Ya sudah tolong sampaikan salam terkhir ku padanya ya Bie..” ucapku dengan mata yg sudah berembun.
“Baiklah.. akan aku sampaikan nanti” balas bie dengan senyum tipis.
“Ya sudah, thanks ya Bie. Aku harus pergi sekarang.” kataku sambil melangkah pergi.
“Mey...” panggil Bie dengan menggenggam tangan ku. “Mey, ada yg harus kamu tau sebelum kamu pergi.” lanjut Bie. “Apa?” tanyaku. “Mey, aku.. aku mencintaimu Mey, aku mencintai mu. Maaf aku telah lancang mengatakan ini. Tapi aku tak sanggup untuk menahan rasa ini terus menerus. Mey, cepat kembali yah, aku akan selalu merindukan mu disini. Jaga diri mu baik-baik.” Jelasnya dengan senyum dan mata yg berkaca-kaca.
Seketika aku pun memeluknya dan menangis “Bie, benar yang kau katakan itu Biie?
Bie, aku akan belajar untuk mencitaimu Bie, jaga hatimu..” bisik ku di dalam peluknya...
***
Aku tak peka dalam merasakan keadaan sekelilingku. Ternyata ada orang yg lebih dekat dan mengerti akan arti cinta dan rasa saling menghargai. Tapi, aku beruntung. Karena akhirnya aku tau siapa seseorang yang lebih memahami ku lebih dalam. Akan ku jaga rasa darinya, tak akan kusia-siakan lagi seperti yang sudah-sudah. Aku masih seperti burung yg hanya memiliki satu sayapnya. Namun kali ini aku dapat terbang, karena aku terbang bersama dan berpegangan dengan burung yang memiliki sayap yang utuh ..

.
*Created: Yopi Nuraini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar