Daftar Blog Saya

Selasa, 20 Agustus 2013

Pergi Untuk Kembali





Menatap sang waktu yang selalu setia bergerak memutar. Detak detiknya seirama dengan debaran jantungku, debaran yang terus saja memancing gelisah ku.

Ku lempar pandanganku pada guratan lembayung senja yang indah di penghujung langit sana. Nampak indah, ingin ku bermain disana dan buang gelisahku.

Berair, tiba-tiba saja mataku berair. Bukan ku menangis, ini karena hembus angin senja yang menabrak mataku. Ku pejamkan mataku untuk menahan laju air mata ini. Ah, aku tak suka air mataku.

Kembali pada waku, tak terasa begitu cepatnya senja berlalu. Kini langit hitam tlah membentang begitu gagahnya bersanding bersama dewi rembulan dengan cahayanya yang cantik menantang bintang-bintang disekelilingnya.

Tiba-tiba saja terpampang wajahmu di langit sana. Kau tampan, hingga mampu menawan hatiku. Dan kau baik, hingga ku fanatik mencintaimu. Bila di dekatmu, aku senang, aku nyaman. Tapi, entahlah bagaimana dengan dirimu, ku harap kau pun begitu.

Bicara tentang waktu, tak terasa hanya tinggal menghitung hari. Pada saat itu tiba, aku tak bisa lagi di dekatmu. Aku kan membawamu, walau hanya ku simpan di dalam hati. Kau, dan cinta ini, selalu ada disini, di hati.

Ketika langkah kaki ini mulai terdengar menjauh pergi, hatiku seolah berlari mendekapmu.

Aku pergi, bukan berarti cinta ini kan mengikuti pergi dan meninggalkan mu.
Aku pergi, aku akan kembali bila jatah waktu untuk hidup masih ku miliki.
Aku pergi, dan aku akan kembali padamu bila aku masih berarti untukmu...

Rabu, 14 Agustus 2013

Jika ini yang di mau





Ketika suatu rasa tumbuh dalam kalbu
Begitu terasa semangat yang menggebu
Ketika keyakinan itu ada
Dan tlah menjadi nyawa dalam jiwa

Harus kah ku membayar semua rasa itu dengan air mata
Ketika rasa itu tumbang tertiup hembusan kata
Runtuhlah impian yang tersusun dalam angan

Dan kini ku harus memaksa hatiku untuk berhenti mencinta
Tak peduli sekuat apa rasa yang kini tlah ada
Siapa kata ini tak menyiksa

Dengan berat hati ku angkat kaki dari hatimu
Jika ini yang dimau
Walau ku tau, perpisahaan ini bukan inginku atau pun inginmu

Senin, 12 Agustus 2013

'Aku' Yang Hilang




Tak akan ada habisnya jika ku hitung detik demi detik yang terus saja berdetak.

Bahkan jika ku terus memaksa yang akan terjadi ialah aku yang akan kehabisan jatah waktu yang ku miliki. 

Aku berlari dan terus berlari, seperti mengejar waktu mati.

Hentikan langkahku... 

Bukan! Maksudku, hentikan lariku.

Sadarkan aku, bahwa ini yang ku lakukan seperti mengejar waktu yang kelam.

Aku?

Ini bukan aku!

Tlah tiada aku.

Dan ini?

Ini hanyalah diriku yang kehilangan aku.

Senin, 10 Juni 2013

Lost Of You...




Ku tengadahkan kepala, memandang luas langit dan mencoba menatap mentari. Aah, sinarnya menusuk mata membuat kelopak mataku menutup. Ramainya lalulalang burung di atas sana. Sepertinya musim gugur datang kembali, helai demi helai dedaunan tua tertiup semilir angin dan jatuh menyentuh bumi. Satu persatu ku cabuti rumput liar disekitar, terlihat ilalang juga sudah mulai meramaikan tempat ini.

Pagi ini mataku ikut berembun. Bayangan setahun yang lalu membelai ingatanku....

 # # #

 Sebuah kecupan hangat di kening menyadarkan ku dari mimpi yang tak kalah indah seperti realita dunia. Senyuman indah yang merekah dari bibir manisnya, itu yang pertama kali kuliahat setiap kali membuka mata. “Sudah waktu subuh sayang, ayo bangun.” Suara lembutnya seakan membelai pendengaranku. Aku hanya membalas dengan kedipan mata dan senyuman, tak lupa ku balas mengecup hangat keningnya sebelum beranjak dari tempat tidur.

Dewi Keylaili, nama indah istriku. Ya, dia adalah istriku, usia pernikahan kami masih seumur jagung. Beruntung dan bahagianya aku bisa memilikinya. Ingin selamanya dan seterusnya aku berada disampingnya. “Tak boleh ada yang merebutnya dari sisiku.” Hahaa itu fikiran egoisku.

“Sayang.. ini teh hangatnya di minum dulu.” Sapanya sembari menghampiriku dengan membawa teh hangat itu. Namun, tiba-tiba langkah kaki istriku goyah, dan  cangkir teh yang di bawanya terjatuh. “Aah..” keluh Dewi sembari memegangi kakinya. “Hati-hati sayang.. Sayang, kamu sakit? Mukamu pucat? Aku panggilkan dokter yah?” tanyaku gugup ketika melihat pucatnya wajah Dewi. “Ngga usah, aku ga kenapa-kenapa ko sayang, kepalaku hanya pusing sedikit. Istirahat sebentar juga sudah sembuh.” Katanya sambil tersenyum. “Benar? Tapi mukamu pucat..” tanyaku khawatir. “Maksudmu muka ku tak cantik lagi begitu?” ucapnya. “Haha, bukan begitu sayang.” Sanggahku. “Ya sudah, lebih baik sekarang kamu berangkat kerja, sudah jam 8 nanti terlambat lagi.” Kata dewi mengingatkan ku. “Oh iya, ya sudah aku berangkat dulu ya sayang. Kamu istirahat saja, biar si Mbo’ yang mengerjakan pekerjaan rumah.” Perintahku. “Iya sayang, hati-hati ya.” Katanya. “Iya, baik-baik di rumah.” Kembali ku mengecup keningnya sebelum pergi menuju kantor.

***

Beberapa saat kemudian, Dewi pun meminta ijin pada si Mbo’ untuk pergi ke dokter dengan mengendarai mobilnya sendiri. “Hati-hati ya neng bawa mobilnya”. Ucap si Mbo’ khawatir. “Iy mbo’.” Saut Dewi.

Selang beberapa jam, Dewi pun sudah kembali dari dokter dan sampai di rumah. “Mbo’ ... Mbo’...” teriak Dewi ketika memasuki rumah. “Iya neng..? ada apa neng??” tanya Mbo’ dengan gugup. “Mbo, kata dokter Dewi hamil Mbo’!! katanya kandungan Dewi baru 7 minggu.” ucap Dewi kegirangan sambil memeluk si Mbo’. “Mbo’ kira ada apa neng datang kerumah teriak-teriak.  Syukurlah neng, Mbo ikut senang. Neng duduk manis saja di rumah, biar Mbo yang mengerjakan semua pekerjaan rumah ya.” perintah si Mbo. “Ah, Mbo ini lebay juga ya. Ga mau, Dewi maunya bantuin si Mbo juga.” Balas Dewi dengan tiba-tiba memegangi kepalanya kembali. “Tuh kan, udah neng istirahat saja.” Ucap si Mbo’. “Dewi cuma pusing sedikit saja ko Mbo’.”

***

“Sayang, nanti siang Dewi ke kantor ya? Sekalian bawakan makan siang.” Ucap Dewi melalui telephone. “Tapi kamu kan sedang kurang sehat wi? Lebih baik kamu istirahat saja di rumah ya?” saranku. “Dewi sudah sembuh ko sayang. Pokoknya Dewi mau kesitu, Dewi mau memberitahumu sesuatu sayang.” Paksa Dewi. “Ya sudah, aku tunggu ya. Hati-hati ya sayang.” Kataku menutup pembicaraan.

Dewi pun segera bergegas dan tak lama kemudian sudah siap untuk pergi menemui suaminya. Dewi pun langsung memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Sepertinya cuaca kurang mendukung. Awan mendung setia memeluk langit, dan jutaan liter air pun jatuh mencium bumi. Pandangan Dewi pun tetap fokus ke depan, suasana hatinya begitu baik. Senyumnya selalu menghiasi wajahnya nan ayu itu.

Sampai di persimpangan jalan, melaju cepat sebuah minibus dari arah kirinya, klakson mobil minibus terus berbunyi dan sedikit lagi minibus itu menabraknya. Tapi untunglah, minibus masih bisa dikendalikan dan dapat berhenti. Dewi bernafas lega, jantungnya serasa ingin melompat dari kedudukannya.

Namun, dari arah kanannya melaju sebuah mobil container dengan kecepatan tinggi, dan “Bbrrraakkk...!!”. Kecelakaan pun tak terhindarkan. Mobil yang di kendarai Dewi sudah tak berbentuk. Dewi tak melihat jika rambu-rambu lalu lintasnya berwarna merah dan seharusnya ia berhenti. Namun Dewi tetap saja melaju karena tak melihatnya. Hari ini tak hanya hujan air, hujan darah pun ikut mengiringi, dan sesaat lagi akan terjadi hujan air mata.

Sedetik kemudian, tempat kejadian tersebut ramai di kerumuni banyak orang dan para polantas. Dewi segera di bawa ke rumah sakit, namun jiwa Dewi terpisah lebih dulu dengan raganya sebelum ia sampai ke rumah sakit.

***

Lututku lemas, gemetar, pandangan meredup, aku fikir ini hanya omong kosong belaka ketika mendapat kabar tentang istriku. Aku hanya bisa tersungkur tak berdaya, menangis dan berteriak semauku. Untuk pulang pun rasanya aku tak punya tenaga, hingga teman kantorku yang mengantarku pulang.

Dari kejauhan terlihat bendara kuning yang melambai-lambai menyambut kedatanganku. Sakit sekali rasanya hati ini ketika melihat wajah cantik istriku yang terbujur kaku, raut membeku, dan yang membuat hatiku begitu hancur lagi.. penuh luka yang ikut menghiasi tubuh istriku.

Tak bisa ku tahan laju air mataku yang terus merembasi mata ini. Fikiran egoisku terus menggelayuti fikiranku “Tak boleh ada yang merebutnya dari sisiku...” “Tak boleh ada yang merebutnya dari sisiku...” “Tak boleh ada yang merebutnya dari sisiku...”

“Sayang... aku datang, kenapa kau tak memberikan pelukanmu, bahkan senyumpun tidak. Ada apa dengan mu, apa salahku sayang..?? bicaralah, katanya kau ingin mengatakan sesuatu pada ku? Apa yang ingin kau katakan? Bicaralah? Bicaralah sayang.... jangan kau diamkan aku seperti ini...?” aku terus saja meracau tak jelas dan menangis dihadapannya.

“Mas, mas Rangga.” Si Mbo memanggilku, aku hanya menyaut dengan menatapnya. “Mas, Sebenarnya neng Dewi pergi ke kantor mas karena dia ingin memberitahumu sesuatu, dia ingin memberitahumu bahwa saat ini dia sedang hamil mas... Selepas mas pergi ke kantor, Dewi pamit pergi ke dokter, setelah kembali dari dokter dia bilang kata dokter usia kandungannya baru 7 minggu mas.” Jelas si Mbo dengan menangis tersedu-sedu.

Ya Tuhan... Apa ini..??! Ini begitu menghujam jantungku. Sakit. Hati ini begitu sakit. Benar-benar meluluh lantahkan seisi hati ini. Kehilangam orang yang dicintai secara mendadak seperti ini, di tambah calon anakku pun ikut terenggut. Maut memang slalu datang tak pernah permisi.

 # # #

Jika mengingat kejadian itu pastilah mataku berembun. Kembali ku bersihkan makam istriku dari dedaunan kering yang berjatuhan dan rerumputan liar yang mengganggu pemandangan makam cantik istriku ini. Hari ini, tepat satu tahun sudah istriku dan calon bayiku meninggalkan dunia yang kejam ini. Mereka sudah tenang di sisi-NYA. 

*created by. Yopi N

Minggu, 19 Mei 2013

True Love


Sepotong demi sepotong kata ku sulam
Menjadi ungkapan sebuah rasa dari dalam hati
Tak usah kau baca potongan kata ini
Jika kau tak selera.

Malam selalu terasa ringkih
Kala pagi, sinar mentaripun rasanya sepah
Tapi itu yang lalu, sebelum adanya dirimu..
 
Kala mata ini tak bisa menatap mu
Terasa semilir angin menyelinap ke dalam kalbu
Semilir itu mengadu sendu laksana badai rindu..
 
Alasan ku mencintaimu
Seperti rembulan mencitai sang malam
Seperti pagi yang merindu sang mentari..
 
Sayap-sayap burung itu indah
Terbang bebas dilangit lepas
Namun, lebih indah lagi jikalau burung-burung itu bentangkan rasa ku ini di atas sana di langit yang luas
Agar kau bisa tau rasa ini ada karenamu dan hanya untukmu.