“PUTRI
HAYAL MENEMUKAN CINTA”
Bisa selalu
ada di dekat mu, senyum selalu merekah seperti bunga di musim semi tatkala kita
bertemu, kehampaan terpecahkan karena adanya dirimu yang selalu di dekatku, sikapmu
yg tak lepas dari romantisme mebuatku selalu bagaikan puteri pagi yg selalu
berseri.....
“DuuaarRR !!!” hhhaah terdengar guntur yang menyambut
datangnya rintik hujan yg mengagetkan sekaligus membuyarkan hayalan ku saja. Hhmm..
rasanya aku harus bergegas pergi dari tempat mengembangkan daya imajinasi ku ini,
karena hujan turun semakin deras.
Sesampainya di rumah..
“Meydaaa...! Kenapa baju mu basah begini sih nak???” sambut
ibu ku. “di luarkan hujan bu.” Jawab ku singkat. “Iyaa, ibu tau. Tapi kenapa
kamu bisa hujan-hujanan seperti ini? Mana mobilmu?” lanjut ibu. “Mey taruh di
kantor bu. Tadi Mey sedang malas menyetir.” Balasku. “Kamu ini, malas menyetir
malah hujan-hujanan. Padahal bisakan naik taxi...” gerutu ibu ku.
Setelah
membersihkan diri, ku rebahkan tubuhku dan menatap langit-langit kamarku. “Sampai
mana tadi hayal ku? Haaaahh apakan terus menjadi imajinasi? Bisakah menjadi
nyata? Entahlah ...” gumam ku dalam hati. Masih sama tak ada kabar darinya
ketika ku melihat layar ponsel ku.
Sehari dua hari, yaah selama satu minggu ini dia
menghilang. Walaupun begitu, tak lupa ku kirim pesan singkat menyambut pagi dan
malam untuknya. Tapi percuma, tak ada respon. Sikapnya memang kadang hangat
kadang dingin, huaah... sungguh membingungkan hati.
***
“Meeey... bangun meeey ! Lihat matahari sudah meninggi.
Hari ini kamu berangkat kerja kan Mey?”
Ooh tidaaak. Aku bisa terlambat.. Bukan ! maksudku aku sudah
terlambat !!! “Iya bu ..” balas ku seadanya.
“Bu aku langsung berangkat ya, sudah terlambat” pamitku.
“Sarapan dulu Meeey..”
***
Sudah kesiangan, perut tak ku isi, dan mobil ku tinggal
di kantor, lengkap sudah penderitaan ku... Oh ! aku lupa, kunci mobil ku
tertinggal... yaaah tak mungkin juga ku kembali lagi untuk mengambilnya. Ku
percepat langkah ku dan segera ku hentikan taxi yang melintas di depan ku,
hampir lupa jika jam 10 nanti ada rapat produksi.
“Hey Mey, kenapa masih berdiam diri. Kau tak lapar?” sapa
Debbie mengagetkan ku. “Oh, apa rapat sudah selesai?” balas ku asal. “Hahaha..
Kenapa kamu Mey, udah seleasai dari tadi.” Balasnya ejek. “Oowh.”
“Kamu ngga pergi makan siang ni?” tanyanya lagi. “Kunci
mobil ngga kebawa, jadi ngga bisa kemana-mana.” Jawabku lemas. “Ya sudah ayo,
makan siang dengan ku” ucapnya sambil menarik tangan ku.
***
“Ciyee.. Gimana dengan pacar baru kamu Mey” ucap Debbie
di tengah menyantap makan siang. “Ehem.. uhuk.. pacar baru? Maksud mu?” kaget
ku mendengarnya. “Iya, Tiyo? Sekarang kamu sama dia kan?” terusnya. “Oh, ngga
ko.” Ucapku. “Perasaan ngga mulu, kapan iya nya? Haha” lanjutnya. “Entahlah
Bie..” sahut ku lesu. “Iya maaf-maaf, jangan lesu gitu dong” hibur Debbie. “Gue
berasa lagi di gantung di bawah pohon toge tau ngga Bie!” cetusku. “hahaa..”
tawanya.
***
“Ggrrr..ggrrr...” getar ponselku. “Sore Mey mey” dari Tiyo,
hhmm terima pesan dari nya senang bercampur kesal. Kemaren-kemaren kamu kemana
saja?!
Setelah ber sms ria ini dan itu,
akhirnya dia ingin menjemputku, kebetulan sekali, toh kunci mobilku juga
tertinggal di rumah.
Dia mengajakku refresh dulu sebelum mengantarku pulang.
Sesamapainya dirumah, haaaahh senang sekali rasanya, andai bisa seperti ini
terus dan terus. Andai dia bisa jadi milikku, mungkin rasanya seperti.....
“Mey, siapa tadi yg mengantarmu?” suara ibuku memecahkan imajinasi ku. “owh itu
tadi Tiyo bu.” Jawab ku.
***
Tatapan mata yg selalu meneduhkan hati, ingin rasanya ku
rengkuh. Tapi rasanya aku harus menunggu. Menunggu? Sampai kapan aku harus
menunggu? Cukup lama aku menunggu kepastian, tapi kepastian itu tak kunjung
datang! Kau sudah tau rasa yg ada, tapi ... aaahh sulit dijelaskan dengan
kata-kata. Senyum mu memberikan arti tersendiri buatku. Tapi entahlah dengan
senyum ku untuk mu. Tiupan angin semakin membuai dunia imajinasi ku. Rasanya
tempat ini cocok sekali untuk berimajinasi, berhayal, hahaha kegiatan konyol
sebenarnya, tapi tak ada yang bisa kulakukan selain berharap dan berimajinasi.
“Door !” seru Debbie “aahh Bie ! hampir saja jantung ku
terlepas dari kedudukannya!” sewot ku. “Hahaha ya abis, ngelamun mulu..” sahutnya.
“Bie..” panggilku. “apa?” “Bie, sebenarnya dia menganggapku apa sih Bie.. semakin
hari rasanya semakin tak jelas!” curhatku. “Ya sudah lepaskan saja dan lupakan”
balasnya. “Iya Bie, rasanya ngga bisa lagi, lelah batin ku Bie..” lanjutku. “Iya
udah sini aku pijetin.” Celotehnya. “iiih Bie ! bukan gitu. Bie.. kalau dia
benar hanya permainkan rasa ku, berarti dia jahat banget ya Bie. Kenapa ya Bie,
pernah ku tanya bagaimana perasaan dia, dia Cuma diam.” Ucapku sambil bersandar
pada pundaknya “Ya berati dia itu hanya mempermainkan mu Mey..” tungkasnya.
“Iya kali ya Bie.. tapi kenapa susah banget buat ngilangin rasa ini, semakin ku
berusaha tuk menghilangkan rasa ini semakin tersiksa batin ku rasanya Bie..” lanjutku
sambil menahan embun yg keluar dari mata ku agar tak jatuh. ”semua itu butuh
proses” jawabnya singkat sambil mengusap embun yang telah jatuh.
***
“Iyo, bisa kita bertemu sekarang?” pesan singkat ku. Menunggu
balasan pesan singkat dari dia rasanya ku harus menunggu berabad-abad, melewati
pergantian cuaca, iklim, sampai musim panca roba. Huuufh. . .
“Bisa, tapi mau apa?” balasnya dingin. Huuuh begitu
dinginnya mengalahkan dinginnya suhu kutub utara balasan pesan darimu hingga
mampu membekukan hati ku. Hemmph . . .
“Ada yang ingin aku bicarakan. Apa kau punya waktu? Kalo
lg sibuk, ngga bisa juga ngga papa ko. Gak terlalu penting juga sih kayanya
buat kamu pembicaraan ini. Hehee..”
“hmmp.. Emg mau ngomongin apaan sih. Ya sudah, iya. Tapi
aku ada waktu jam 7 malam ini? Ngga papa?”
“Owh, ya udah ngga papa. Aku tunggu di cafe biasa ya?”
“Okey..”
Bintang redup, tak seperti biasanya. Malam terlihat sedikit
kusam namun masih terselip keindahan yang terlihat. Bulan separuh yang tertutup
awan kelabu menemani ku yang sedang menunggu seseorang di lantai atas cafe ini.
Sudah hampir terlambat setengah jam dia belum muncul juga.
“Hey Mey, maaf udh nunggu lama. Hehe” ucapnya. Deegg..
dengan siapa dia kemari, wanita itu terlihat manis.. “oh hehe, iya ngga papa”
balas ku. “Ini siapa Iyo?” lanjut ku. “Oh iya, ini Dea. Tadi aku yang mengajaknya
sekalian pulang bareng searah soalnya, Gak masalah kan?” terangnya. “Oh,
ii..iya ngga papa ko” balas ku dengan
senyum tipis.
OMG.. lagi-lagi rasanya nafas ku tersumbat, kata yang
ingin ku bicarakan rasanya tercekat, rasanya aaaah seperti runtuh batin ku sudah
lah kaget, kacau tak karuan. Kenapa dia harus membawa teman nya itu.. tapi apa
itu benar temannya? Aaahh tak tau lah .
“Oh iya, mau ngomongin apa Mey ? tanyanya.
“Haaaah.. bagaimana
ini Tuhan ... apa yg harus aku lakukan? Tak mungkin ku bicarakan ini dengan
adanya Dea.” Gerutu ku dalam hati.
“Meeey, ko bengong” katanya lagi. “Oh iya iya sorry, emm
apa ya.. sebenernya ngga ada omongan apapun sih, cuma mau ngobrol santai aja
gitu,, tapi kayanya kamu buru-buru ya.. ya udah, kapan-kapan lagi aja deh
ngborlol santaynya, barang kali kamu mau mengantarnya pulang. Hehe” jelas ku
tak karuan.
“huu Meeey..Mey, yasudahlah aku balik ya?” pamit nya.
“huu Meeey..Mey, yasudahlah aku balik ya?” pamit nya.
Apaaa? Beneran dia mau pulang? Dia lebih mihak Dea? Oh
tidaak.. (gumam ku dalam hati)
“Meeey...?” sahutnya lagi.
“Iy..iyaa iya ngga papa, maaf ya Yo.” Jawab ku gugup.
“iya udah aku cabut dulu..” ucapnya sambil meninggalkan
ku sendiri disini.
***
Aku pulang dengan langkah gontay, rasanya benar-benar
hancur semakin hancur harapan ku. Ya Tuhan apa yg harus aku lakukan? Bantu aku
mengikis sedikit demi sedikit rasa ini. Tak sanggup rasanya jika rasa ini terus
bertengger dalam hati. Tak mampu ku memiliki rasa yg tak terbalas jika benar
begitu pada nyatanya.
***
“Pagii Nona manis, pagi-pagi ko sudah murung kusam kusut
tekak tekuk tak berbentuk gitu si muka nya? Hehee..” sapa Debbie “Apa an si Bie,
lagi ngga mood buat bercanda bie” balas ku jutek. “Ada apa si ada apa? Kenapa?”
tanyanya cari tau. “Ngga kenapa-kenapa, lagi ngga mau di bahas dulu lah”
jawabku sedikit kesal. “Iya deh iya sorry.. cari cemilan yuu’?” ajaknya. “Sorry
Bie, lagi males ngapa-ngapain” tanggap ku. “huuuw.. Ya udah deh” katanya sambil
mencubit pipi ku. “Iiih, Biie.. !” teriak ku.. “Hahahaa” tawanya seraya pergi.
Tugas kantor yang menumpuk sangat menyita tenaga ku.
Sudah jam istirahat. Ketika ku melihat ponsel “Mey Meeey ku, makan siang yuu’?
aku tunggu di depan kantor mu jam setengah satu yaa?” sebuah pesan dari Tiyo.
Sebenarnya apa sih yang dia mau.. Semakin membuatku
bingung dan tak mengerti, sekaligus membuat niat ku ragu untuk melupakannya.
(gumam ku dalam hati)
“Okey Yo, aku tunggu..” balas ku.
***
“Mau lunch dimana nih?” tanya nya. “Dimana aja deh yg
penting makananya T O P yaa !! hehe” jawabku. “okeeey, tenang aja pasti T O P..
haha” lanjutnya. Mobil pun di pacu menuju resto yang ia tuju.
Pembicaraan-pembicaraan pun menyelingi santapan siang
kali ini, hingga akhirnya...
“Iyo, boleh aku tanya sesuatu?” ijinku. “Iya bolehlah, emang
mau tanya apa?” jawabnya. “Jujur Yo, aku pengen kamu jujur. Sebenernya kamu
anggep aku apa? Kamu udah tau perasaan aku ke kamu kaya gimana kan? Kalo aku
udah suka sama kamu.. kamu tau itu kan?” tanyaku. “iya aku tau..” jawabnya
singkat.
“hoooh gitu ajh respon kamu?” gumam ku dalam hati. “Lalu...”
terputus olehnya ucapan ku. “Gini loh Mey, buat saat ini kamu masih aku anggap
sebagai temen baik aku. Kalau buat kembali ke rasa yang kaya dulu, aku gak tau.
Kita jalanin aja seperti air yg mengalir” jelasnya.
Berembun sudah mata ku, “Iyo, kamu sadar tidak? Secara
tak langsung kamu udah mainin perasaan aku Yo, kenapa kamu ngga jujur dari awal
kalau rasa kamu yang dulu ke aku udah hilang sekarang? Kenapa kamu ngga bilang?
Kenapa kamu kasih harapan ke aku Yo kenapa? Tp ternyata itu hanyalah harapan,
harapan palsu !” celoteh ku dalam hati.
“Maaf Mey, jika perasaan mu merasa terlukai. Skg kamu
merasa seperti itu? Kamu merasakannya? Kamu tau mey...? Dulu perasaan ku jauh lebih
sakit dari sekarang yg kamu rasa. Lebih sakit Mey lebih sakit..” ujarnya dengan
mengusap embun yg jatuh dari mata ku.
“Haaah? Jadi maksud mu kau ingin membalas semua rasa
sakit hati mu, begitu Yo? Oh, sungguh tak ku percaya. Oke Yo, aku minta maaf
kalau aku dulu pernah menyianyiakan perasaan kamu yang udah kamu kasih ke aku. Tapi
Yo, sungguh aku tak ada maksud untuk menyianyiakannya dengan sengaja, tapi saat
itu aku belum yakin Yo dengan perasaan mu itu, apalagi dengan perasaan ku saat
itu. Tapi kenapa kamu tega Yo?!” jelasku dengan menepis tangannya dan berlari
keluar meninggalkan resto itu.
***
Ya Tuhan tolong hentikan laju derasnya air yang keluar
dari mata ini. Mengapa aku harus menangis, untuk orang sepertinya?! Kini harapan
ku terberai dan teromabang ambing oleh tiupan angin, seperti debu yg bertebaran
tiada arti. Dan aku seperti burung yang hanya memiliki sebelah sayapnya, hingga
tak dapat membawa terbang tinggi harapan yang kupunya.
Itu dengan harapan ku, lalu bagaimana dengan keadaan
hati. Apa kau baik-baik saja? Haah.. tak mungkin jika baik-baik saja. Hati ku
yg rapuh sebelumnya kini menjadi runtuh. Ku kumpulkan kepingan hati ku, dan ku
tata kembali, tapi... ini sangat sukar. Tuhan.. tolong bantu aku.
“Sudaaah..” suara yang memecahkan kesunyian tempat ini.
Ternyata Debbie.. “terimakasih Bie” sambil ku raih saputangan yg ia sodorkan
pada ku. “Bie, ternyata dia lebih kejam dari yang ku kira. Dia hanya ingin aku
merasakan sakit seperti yang dia rasakan dulu karena ku. Harusnya aku tau itu dari
awal. Aku memang bodoh ya Bie.” Curhatku disertai dengan isakan tangis ku yg
tak kunjung henti.
“Iya kau bodoh Mey, kau tak tau siapa yg lebih menaruh
rasa padamu. Apa kau tak sadar dengan perasaan ku ini meey..?” gumam Debbie
dalam hati.
“Bie, kenapa kau diam saja. Kau tak seperti biasanya. Kau
kenapa? Apa ada masalah juga?” tanya aku lanjut.
“Miris, aku tak bisa melihat wanita yg kusayangi kali ini
benar-benar sedih. air matanya membuat hati ku terhenyut jauh lebih dalam.”
ucap Debbie dalam hati.
“Bie...” panggil ku lagi.
“Oh ii..iiya.. ngga ada ko ngga ada masalah. Ya udah kamu
berenti nangis dong. Kalo gak berenti juga, nanti bisa jadi masalah buat aku.”
Ujar Debbie. “iih.. apa sii Bie..” balas ku se adanya.
“Oh ya, tadi kamu di panggil oleh Pak Seto. Tapi dari jam
makan siang sampai jam pulang kamu tak muncul juga. Ternyata dari tadi ada
disini?” jelas Debbie.
Jawabku hanya dengan anggukan kepala. “Tapi, ngapain dia
cari aku?” lanjutku. “entahlah..?” jawab Bie sambil mengangkat bahu nya. “Kau
mau pulang? Ayo aku antar” lanjutnya mengajak. “Baiklah.. thanks ya Bie..”
balas ku dengan tersenyum.
***
Keesokan harinya...
Sudah ada surat tugas di atas meja kerjaku, tugas apa ini
kira-kira. Hemmmh..
“Australi?” ucapku kaget. “Kenapa Mey?” ucap Bie
menyambar seperti bensin yg terkena api. “Haaah pak Seto.. kenapa harus aku
sih..?!” keluh ku. Bie langsung mengambil surat yang sedang ku pegang. “kenapa
wajah mu ikutan lesu Bie? Yg akan berangkat kan aku, bukan kau” ujarku. “tiga
tahun? Lama sekali Mey...” ucap Bie melemah. “Ya bagus kan buat mu, tak ada yang
merepotkan mu lagi nanti untuk tiga tahun kedepan.” Kataku sambil membereskan
meja kerja ku karena sore ini juga harus segera take of.
Ya, aku di tugas kan untuk mengadakan penelitian dan kerjasama
dengan perusahaan yang ada di Australi selama tiga tahun kedepan. Cukup lama
dan menjenuhkan sekali memang, tapi ya sudah lah. . .
Sore harinya, aku segera ke Bandara di antar oleh Debbie.
Di dalam perjalanan menuju bandara ponsel ku berbunyi, ”Mey, tadi aku kerumah
mu tapi tak ada orang satupun di rumah mu. Kau sedang ada dimana sekarang?”
pesan dari Tiyo. “aku sedang ada urusan di luar” balas ku ketus. “Oh, ya sudah..
aku ke rumah mu hanya ingin mengantarkan undangan pertunangan ku dengan Dea.
Aku taruh bawah pintu ya?” balasnya lagi.
Apaaah? Pertunangan?! Seketika Hati ini seperti
tersayat-sayat. Oh rasanya perih.. amat perih. Mata ku pun yang sedari tadi
berkaca-kaca akhirnya terpecah juga menjadi hujan air mata. Ya Tuhan, begitu
jahat nya dia, sama sekali tak bisa menjaga perasaanku.
“Kenapa Mey?” tanya Bie sedikit panik. “Tiyo.. Bie, Tiyo
akan bertunangan dalam waktu dekat ini dengan Dea.” Seketika tangisan ku
menjadi-jadi.
“Tiyo lagi, Tiyo lagi...” gerutu bie dalam hati.
***
“Thanks Bie, kamu udh nganterin aku. Bie, aku boleh
ngerepotin kamu sekali lagi?” pinta ku. “Berkali-kali lagi juga ngga papa Mey,
hehee” celoteh bie. “Biiiee.. kamu ini. Bie tolong sampaikan salam ku pada Tiyo
yah? Mungkin ini salam menjadi salam terakhir dari ku, karena aku tak akan
masuk dalam hidupnya lagi. Mungkin ini salah satu jalan buat ku untuk
menghilangkan kesedihan yang aku rasakan saat ini. Dan mungkin aku bisa
menemukan jodoh bule ku di sana, hahaha” kata ku. “jangan Mey, jangan cari
jodoh di sana, nanti bagaimana dengan ku.” Celah Bie. “Apa sih Bie maksudmu,
hahaha. Ya sudah tolong sampaikan salam terkhir ku padanya ya Bie..” ucapku
dengan mata yg sudah berembun.
“Baiklah.. akan aku sampaikan nanti” balas bie dengan
senyum tipis.
“Ya sudah, thanks ya Bie. Aku harus pergi sekarang.”
kataku sambil melangkah pergi.
“Mey...” panggil Bie dengan menggenggam tangan ku. “Mey,
ada yg harus kamu tau sebelum kamu pergi.” lanjut Bie. “Apa?” tanyaku. “Mey, aku..
aku mencintaimu Mey, aku mencintai mu. Maaf aku telah lancang mengatakan ini.
Tapi aku tak sanggup untuk menahan rasa ini terus menerus. Mey, cepat kembali
yah, aku akan selalu merindukan mu disini. Jaga diri mu baik-baik.” Jelasnya
dengan senyum dan mata yg berkaca-kaca.
Seketika aku pun memeluknya dan menangis “Bie, benar yang
kau katakan itu Biie?
Bie, aku akan belajar untuk mencitaimu Bie, jaga hatimu..” bisik ku di dalam peluknya...
Bie, aku akan belajar untuk mencitaimu Bie, jaga hatimu..” bisik ku di dalam peluknya...
***
Aku tak peka dalam merasakan keadaan sekelilingku.
Ternyata ada orang yg lebih dekat dan mengerti akan arti cinta dan rasa saling
menghargai. Tapi, aku beruntung. Karena akhirnya aku tau siapa seseorang yang lebih
memahami ku lebih dalam. Akan ku jaga rasa darinya, tak akan kusia-siakan lagi
seperti yang sudah-sudah. Aku masih seperti burung yg hanya memiliki satu
sayapnya. Namun kali ini aku dapat terbang, karena aku terbang bersama dan
berpegangan dengan burung yang memiliki sayap yang utuh ..
.
*Created: Yopi Nuraini