Menatap sang waktu yang selalu setia bergerak memutar. Detak
detiknya seirama dengan debaran jantungku, debaran yang terus saja memancing
gelisah ku.
Ku lempar pandanganku pada guratan lembayung senja yang
indah di penghujung langit sana. Nampak indah, ingin ku bermain disana dan
buang gelisahku.
Berair, tiba-tiba saja mataku berair. Bukan ku menangis, ini
karena hembus angin senja yang menabrak mataku. Ku pejamkan mataku untuk
menahan laju air mata ini. Ah, aku tak suka air mataku.
Kembali pada waku, tak terasa begitu cepatnya senja berlalu.
Kini langit hitam tlah membentang begitu gagahnya bersanding bersama dewi
rembulan dengan cahayanya yang cantik menantang bintang-bintang
disekelilingnya.
Tiba-tiba saja terpampang wajahmu di langit sana. Kau
tampan, hingga mampu menawan hatiku. Dan kau baik, hingga ku fanatik
mencintaimu. Bila di dekatmu, aku senang, aku nyaman. Tapi, entahlah bagaimana
dengan dirimu, ku harap kau pun begitu.
Bicara tentang waktu, tak terasa hanya tinggal menghitung
hari. Pada saat itu tiba, aku tak bisa lagi di dekatmu. Aku kan membawamu,
walau hanya ku simpan di dalam hati. Kau, dan cinta ini, selalu ada disini, di
hati.
Ketika langkah kaki ini mulai terdengar menjauh pergi,
hatiku seolah berlari mendekapmu.
Aku pergi, bukan berarti cinta ini kan mengikuti
pergi dan meninggalkan mu.
Aku pergi, aku akan kembali bila jatah waktu untuk
hidup masih ku miliki.
Aku pergi, dan aku akan kembali padamu bila aku masih
berarti untukmu...