Drama
Jantung
ku bukan Jantung Ku
Dalam kehidupan yang keras seperti saat ini,
terdapat sebuah keluarga yang kaya raya. Ayahnya adalah seorang pemegang saham
dan mempunyai andil besar pada banyak perusahaan. Namun itu dulu, saat ini indeks
saham sedang mengalami punurunan secara drastis, dan itu sangat berdampak besar
pada banyak perusahaan di kota-kota besar. Akibat dari situlah, perekonomian
keluarga tersebut langsung menurun secara drastis, rumah mewah yang mereka miliki
di sita oleh bank.
Pagi
itu . . .
Mamah : “haaah... (sambil menghela nafas kesalnya)
apa yang harus kitalakukan sekarang?! Rumah
kita, mobil, kartu kredit, semuanya
habis disita oleh bank ! Sampai tabungan kita pun telah limited !”
Papah : “Ya sabar donk mah ! Papah akan berusaha
lagi ! Tenang saja semua itu akan kembali ! Jadi sementara kita tinggal di
kontrakkan ini.” (tegas papah)
Mamah : “Apaaa?! Tinggal di kontrakan kumuh seperti
ini ?! Ngga pah ngga ! Mamah ngga mau tinggal disini ! Lebih baik mamah pergi
dari rumah ini !”
Papah : “Apa maksud mu?”
Mamah : “Aku ngga tahan dan ngga akan bisa tinggal
dan hidup di rumah kumuh seperti ini ! (sambil mengemasi barang-barangnya) Ayo
Naila ikut mamah !” (perintahnya pada anak bungsunya)
Naila : “Ngga mah, aku ngga mau! Aku mau sama
papah.”
Mamah : “Udah ayo ikut mamah !” (sambil tetap memaksa
Naila)
Papah : “Mah, mamah tuh apa apa an sih?! Mamah
liat sendirikan ! Kalau Naila ngga mau ikut sama mamah !!! Jadi ngga usah paksa
Naila lagi ! Kasian mah kasian Naila....”
Mamah : “Pah, Naila akan lebih kasian jika ia
tinggal di rumah kumuh seperti ini !”
Papah : “Sudah! Kalau kau ingin pergi, pergi saja
sendiri ! Jangan bawa anak-anak !”
Mamah : “Baiklah ! Mamah akan pergi sekarang juga !”
(tegas ibu bima sambil berjalan keluar meninggalkan rumah)
Seminggu kemudian, lagi-lagi musibah
menimpa keluarga tersebut. Naila, anak bungsu dari keluarga tersebut terjatuh
dan kakinya pun terluka parah. Menurut dokter, kakinya harus segera di operasi,
untuk mengambil serpihan “seng” yang
terdapat pada luka di kakinya. Jika tidak, kakinya akan di amputasi. Namun,
mereka kebingungan mencari dana untuk membayar operasi tersebut. Sedangkan
ayahnya saat ini bekerja sebagai supir taksi.
Di
ruang tunggu. . . .
Chika :
“Kenapa? Itu tadi adik kamu?”
Bima : “Ouh,
iya. Dia mengalami kecelakaan, dia terjatuh di depan rumah dan kaki nya
terluka.”
Chika :
“Ouh”
Bima :
“Kamu sendiri, di sini sedang apa?”
Chika :
“Ouh, kalo itu. . . .”
Papah
Chika : “Chika ! ayo sayang... sekarang
kita pulang !”
Chika :
“Iya pah. Saya permisi dulu yaa....”
Bima :
“Ouh iya..”
Tak
berapa lama kemudian, papah Bima keluar dari ruang periksa dokter...
Bima : “Apa kata dokter pah?”
Papah Bima : “Dokter bilang, kaki Naila
harus segera di operasi untuk mengambil serpihan “seng” yang ada pada kakinya.
Jika operasi itu tidak segera dilakukan, kakinya akan di amputasi.”
Bima : “Lalu bagaimana dengan biayanya? Saat
ini apa yang bisa papah lakukan?!” (sambil pergi meninggalkan ayahnya.)
Di
dalam toilet. . .
Danu : “Lagi butuh uang ya? Tadi saya tidak sengaja mendengar percakapan kalian. Butuh
berapa? Saya bisa bantu kamu. Saat ini, saya lagi butuh orang yang mau
mendonorkan organ tubuh bagian dalamnya.”
Bima : “Lalu,
apa hubungannya sama saya?”
Danu : “Di jaman yang keras seperti saat ini
banyak orang bodoh yang mati bunuh diri gara-gara desakan ekonomi. Jadi, dari
pada bunuh diri mending kamu jadi pendonor, pendonor organ bagian dalam tubuh.
Kebetulan ada orang yang lagi nyari pendonor organ dalam tubuh.”
Bima : “Ya
terus apa urusannya sama saya ?! saya tidak tertarik dengan semua itu.”
Danu : “Ya kan tadi saya ga sengaja dengar percakapan
kalian kalo kamu lagi butuh uang. Ya udah kamu donorin organ dalam tubuh kamu aja, gimana? Nanti saya akan kasih
berapa pun uang yang kamu mau.”
Bima : “Maaf,
cari aja orang bodoh lainnya yang mau donorin organ dalam tubuhnya !”
Danu : “Tapi saya mencari orang bodoh yang ngga
asal bodoh ! lebih baik, pikir-pikir aja dulu deh, kalau kamu mau, kamu tinggal
cari saya, saya ada di sekitar rumah sakit ini ko. Oh iya lupa, nama gue Danu.”
Kemudian Danu pun pergi meninggalkan
toilet dan Bima masih berdiam diri sejenak sambil memandangi wajahnya di cermin
toilet tersebut.
Ke
esokan harinya, Bima pergi ke sekolahnya.
Rendi : “Hey
Bim, lo kemana aja baru kliatan gini.”
Bima : “Tau
lah Ren, gue lagi bingung. Kayaknya gue bakal keluar dari sekolah ini.”
Rendi : “Kenapa???”
(tanyanya kaget)
Bima : “Papah udah ngga bisa biayain sekolah gue
lagi ! Sekarang udah kacau Ren keadaan gue. Oh iya Ren, lo lagi megang uang
berapa Ren? Boleh gue pinjem? Ini penting banget, buat biaya operasi adik gue.”
Rendi : (sambil mengeluarkan dompetnya) “Nih bim ada
300 ribu, yaudah ni lo bawa aja.”
Bima : “Bener Ren gak papa? Makasih banget ya Ren,
kalo gitu gue cabut dulu.”
Rendi : “Iya, Bim. Yaudah lo yang sabar aja ya Bim.”
Setelah mendapatkan uang itu, Bima pun
langsung pergi menuju rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit, Bima langsung
menuju ruang Administrasi.
Bima : “Permisi mba, saya mau membayar biaya
operasi, sisanya nanti saya akan usahakan.”
Petugas rumah
sakit : (hanya melihat sinis Bima yang hanya membawa uang 300 ribu untuk biaya
operasinya) maaf kami tidak biasa. (hanya itu yang di ucapkan oleh petugas
administrsi di rumah sakit tersebut)
Ya jelas saja, biaya operasi yang di
perlukan adiknya adalah 7 juta. Sedangkan Bima hanya membawa uang 300 ribu. Kemudian
Bima pergi ke atas gedung rumah sakit tersebut. Dia berdiri di tepi atas gedung
tersebut, sambil menatap dalam-dalam apa yang ada di dasar gedung tersebut.
Kemudian,. . .
Chika : “Mau ngapain? Mau bunuh diri?” (tegur chika
dengan tersenyum tipis)
Bima : “Ngapain kamu disini?”
Chika : “Emang ngga boleh ya kalau aku di sini?”
Bima : “Ya aneh aja, emang kamu ga takut sama ketinggian?”
Chika : “Engga tuh, kalau kamu lagi ngapain di sini?
Mau bunuh diri ya? Harus nya kamu bersyukur, untung ada aku di sini, jadi kamu
ngga jadi kan ngelakuin perbuatan bodoh kamu.”
Bima : “Nama kamu chika kan?”
Chika : “Kamu tau dari mana?”
Bima : “Kemaren papah kamu manggil kamu dengan
nama itu.”
Chika : “hahaha, kamu masih ingat itu?”
Bima : “Iya otak aku juga tau, mana yang harus di
ingat dan mana yang harus tidak di ingat. Oia, nama ku Bima.”
Chika : “Aku chika. Kamu ga sekolah?”
Bima : “Ga, hari ini ijin dulu sekolahnya, buat jagain
adik aku. Kamu sendiri ga sekolah?”
Chika : “Aku home schooling, dan hari ini lagi ga
ada jadwal belajar. Oh ya, bagaimana keadaan adik kamu sekarang?”
Bima : “Masih sama, belum ada kemajuan.”
Mereka pun berbincang-bincang tentang
kehidupan mereka masing-masing. Dan setelah selesai, Bima kembali lagi ke
ruangan tempat dimana adiknya di rawat. . . .
Bima menangis ketika melihat adiknya
yang masih terbaring lemas, dan ia pun tak tega bila melihat kaki kanan adiknya
di amputasi nanti. Akhirnya bima pun keluar dari ruangan tersebut, dan mencari
Danu, orang yang mencari pendonor dalam
tubuh.
Bima : “Maaf,
apa anda orang yang kemarin itu?”
Danu : “Oh iya ya benar sekali. Gimana dengan
tawaran saya kemarin? Kamu mau menerimanya? Kalau kamu mau menerimanya, nanti
saya akan berikan uang pertama buat kamu. Dan itu bisa di gunakan untuk
memenuhi semua kebutuhan kamu. Dan sisanya akan saya berikan nanti setelah
transplantasi berhasil.”
Bima : “Bagian
tubuh mana yang harus saya donorkan?”
Danu : “Jantung.”
Bima pun tersentak kaget dan terdiam
sejenak ketika mendengar bagian dalam tubuhnya yang harus di donorkan adalah
jantung. Bima sadar, bahwa jika ia mendonorkan jantungnya, ia akan mati
nantinya. Setelah berfikir sejenak, . .
Bim a
: “Baiklah kalau begitu.”
Danu : “Ya sudah, kalau begitu kamu sekarang ikut saya, untuk melakukan pemerikasaan, apakah jantung kamu benar-benar cocok dengan pasien transplantasi atau tidak.”
Danu : “Ya sudah, kalau begitu kamu sekarang ikut saya, untuk melakukan pemerikasaan, apakah jantung kamu benar-benar cocok dengan pasien transplantasi atau tidak.”
Kemudian Bima pun menjalani tes
kecocokan, setelah hasilnya fix atau cocok, Danu pun memberinya uang yang
jumlahnya tak sedikit. Setelah Bima mendapatkan uang tersebut, Bima langsung
menggunakannya untuk membayar biaya operasi adiknya. Dan hari itu juga adiknya
melakukan operasi pembuangan serpihan seng pada kakinya.
Ke
esokan harinya. . .
Chika : “Hai bim..”
Bima : “Eh chika.”
Chika : “oh ya, gimana kabar adik kamu? Boleh aku
menengoknya?”
Bima : “Oh iya, tentu saja boleh, keadaannya sudah
mulai membaik, kemarin dia baru melakukan operasi kakinya.”
Chika : “Hai, manis... gimana kabar kamu sekarang?
Masih sakit?”
Naila : “Kakak siapa ?”
Chika : “Aku kak chika, gimana sekarang? Masih
sakit”
Naila : “Ngga ko ka, aku udah baikkan sekarang.”
Chika : “Oh ya, kamu suka boneka barbie? Kalau kamu
suka Kakak punya banyak loh di rumah?”
Naila : “Waaah.... yang benar ka? Iya kak, aku
suka banget sama boneka barbie”
Chika : “Iya benar, kakak ga bohong. Makanya
kapan-kapan kalau kamu udah sembuh kamu main ya ke rumah kakak, nanti kakak
kasih boneka barbie buat kamu.”
Naila :
“Bener ka?”
Chika :
“Iya bener sayang,..”
Setelah chika menengok Naila, Chika
mengajak Bima untuk berkunjung kerumahnya.
Chika :
“Bim, main ke rumah aku yuk?”
Bima :
“Kapan?”
Chika :
“Ya sekarang...”
Bima :
“emmm, yaudah deh ayo.”
Setelah itu Bima pergi ke rumah Chika. Sesampainya
di rumah Chika....
Chika : “Papah...” panggilnya.
Papah
Chika : “Iya sayaang..”
Chika : “Pah ini loh yang namanya
Bima.”
Papah
chika : “Owh ini anak nya.”
Bima
: “Pagi om, saya Bima om,
teman Chika.”
Papah chika : “Pagi, yah silahkan duduk. iya iyah om
tau, chika sudah cerita ko sama om. Kamu ga sekolah?”
Bima : “Ijin om, cari uang buat biaya
operasi adik Bima.”
Papah
Chika : “Sampai mengorbankan sekolahmu
untuk mencari biaya operasi adik mu?”
Bima : “Ya habis mau gimana lagi,
usaha papah sekarang bangkrut.”
Papah chika : “Bagaimana pun sekolah harus di utamkan, Bima.”
Setelah lama mengobrol akhirnya Bima pun
kembali ke rumah nya.
Papah
Bima : “Bima ! papah mau bicara sama
kamu !”
(bima
pun tidak menghiraukannya dan langsung pergi memasuki kamarnya)
Papah Bima : “Bim, kamu dengar tidak apa yang papah katakan?! Papah ingin
bicara ! buka bim, pintunya buka !
Bima
: “Apa sih pah ?”
Papah
Bima : “Dari mana kamu dapatkan uang
itu?”
Bima : “Papah ga perlu tau ! yang
jelas itu uang halal ko pah. Tenang aja !”
Papah bima : “Ya papah harus tau darimana kamu dapatkan uang itu?! Oh ya,
kamu sudah berapa lama tidak masuk sekolah? Papah minta kamu besok harus
berangkat sekolah.”
Bima : “Pah, besok kita pergi ke pengacara kemudian ke bank
! kita akan ambil rumah kita kembali yang di sita oleh bank !”
Papah Bima : “Papah suruh kamu besok pergi ke sekolah bukan ke pengacara ! Papah
tidak mau ! Kenapa kamu sekarang jadi suka mengatur papah?! harusnya kita
bersyukur masih bisa tinggal di tempat seperti ini !”
Bima : “Pah ! Ngapain Bima sekolah buat apa?!
Toh papah juga udah gag mampu biayain sekolah Bima lagi. Papah ga kasian sama
naila? Naila masih butuh istirahat dan tempat istirahat yang nyaman ! Papah ga
kasian liat Naila kaya gini ?! Pokoknya papah besok harus menandatangani
perjanjian pengembalian rumah tersebut. Bima udah bikin janji jam 10 besok!”
Papah bima : “Gag usah ngatur-ngatur papah gitu ya Bim ! dan ga usah
ngambil alih fungsi papah ! Kamu mau jadi apa nanti kalau SMA saja tidak sampai
lulus”
Bima : “Buat apa pah sekolah, kalau saat ini masih ada
seorang Master yang pengangguran dan menjadi supir taksi! Pah, kalau buat
ngembaliin itu rumah tanpa tanda tangan papah, bima juga ga akan nyuruh papah !
Oke. Bima akan turuti ke inginan papah, setelah papah menandatangani surat itu
besok !”
Papah
Bima : “Bima !”
Bima pun langsung pergi memasuki
kamarnya. Dan ke esokan harinya, ayah bima pun menuruti apa kata Bima, ia pergi
ke kantor pengacara dengan menyetir mobil taksinya. Setelah sampai di kantor pengacara. . .
Satpam : “Maaf pa ! taksi di
larang parkir di dapan sini.”
Papah
Bima : “Oh, baiklah.”
Setelah
itu. . . .
Pengacara : “Yah, silahkan duduk.”
Bima : “Kami sudah membuat janji dengan anda
kemarin, untuk menandatangani surat pengembalian rumah.”
Pengacara : “Apa anda yakin untuk menandatangani
surat pengembalian rumah ini?”
Papah
Bima : “Iya pak, saya yakin.”
Pengacara : “Apakah anda sudah mempunyai uang yang
cukup?”
Bima : “Sudah pak, bapak tenang saja.”
Pengacara : “Baiklah, silahkan tanda tangani surat
pengembalian rumah ini.”
Papah
Bima : “Iya pak.” (kemudian papah bima
pun menandatangani surat tersebut)
Pengacara : “Sudah ?”
Papah bima : “Iya pak, sudah.” (sambil menyerahkan surat yang sudah di
tandatanganinya dan mengembalikan bolpoinnya)
Pengacara : “Baiklah, jika sudah anda boleh
meninggalkan ruangan ini.”
Papah
bima : “Terima kasih banyak pak.”
Pengacara : “Ya.” (sambil membalas jabat tangan papah bima dengan
memandang rendah mereka)
Setelah penandatanganan surat itu di
lakukan, rumah pun sudah bisa mereka miliki dan mereka langsung menempatinya.
Keesokan harinya, saat naila sedang
berada di halaman rumahnya tiba-tiba ibu Bima datang.
Ibu
Bima : “Hay naila sayang. Gimana
kabar kamu sekarang? Ko kamu jadi kurus sih?”
Naila : “Nailah baik-baik aja ko mah.
Mamah kesini sama siapa?”
Ibu
bima : “ini? Ini om.”
Om
Heru : “Hay naila cantik. Kenalin,
nama om, heru. Panggil aja om heru.”
Ibu
naila : “Sebentar lagi dia akan
jadi papah baru naila.”
Naila : “Papah baru naila?”
Ibu Bima : “Iya. Naila, sekarang ikut mamah yuk, nanti mamah mau beli
in boneka barbie apa aja yang kamu mau.”
Om
Heru : “Iya naila, ayo ikut om
sama mamah kamu.”
Naila : “Naila gag mau ! naila mau di
sini aja !”
Ibu
Bima : “Iya ayo naila cepetan ikut
mamah !”
Om Heru : “Iya ayo, cepat masuk mobil om, nanti om beli in ice cream
yang banyak buat kamu.”
Naila : “Naila ga mau mah, ga mau !”
(suara
teriakan naila terdengar oleh papahnya )
Papah
Bima : “Ngapain kamu datang kesini
lagi?”
Om Heru : “sudah lebih baik kamu diam saja ! kamu itu udah jadi
suami yang ga berguna. Dan ga bisa menjamin masa depan anak-anaknya !”
Ibu
Bima : “Iya saya kesini mau
menjemput Naila !”
Naila : “Naila gag mau !”
Papah
Bima : “Kamu dengar sendiri kan? Lebih
baik, sekarang kalian pergi !”
Sambil
mendorong mereka keluar dan menutup pintu pagar rumahnya.
***
Kriiing....kriiing...
(handphone Bima berbunyi)
Bima : “Halo ?”
Danu : “Halo bima. Bisa kita bertemu sekarang
di taman kota? Ada surat persetujuan yang harus kamu tandatangani, mengenai
pendonoran jantung tersebut.”
Bima : “oh, baiklah. Saya akan segera
kesana.”
Dengan hati bimbang bima pun pergi
kesana, diapun berniat membatalkan niatnya untuk melakukan pendonoran
jantungnya tersebut. Namun sesampainya di taman kota.
Bima : “maaf om, akan saya kembalikan uang
ini. Saya membatalkan niat saya untuk mendonorkan jantung saya. Uangnya ada
yang sudah saya pakai. Soal itu saya akan menggantinya.”
Danu : “Loh, loh, loh, tidak bisa begitu dong.
Kamu tau, jantung yang kamu donorkan untuk siapa? Jantung kamu untuk Chika bim,
dia sudah menderita penyakit jantung yang akut, dan saat ini kondisinya sudah
sangat memburuk, ia harus mendapatkan pendonor dalam waktu satu minggu ini.”
Bima : “Apa? Chika? Ga, ini ga
mungkin.”
Danu : “Kalau kamu ga percaya, kamu cari tau
aja sendiri. Tapi jangan bertanya langsung, karena itu ga etis !”
Bima
pun merasa sangat terkejut dan ia pun berdiam diri sejenak, lalu. . .
Danu : “Jadi bagaimana? Apakah kamu
bisa menandatangani surat ini sekarang?”
Bima : “Baiklah, tapi beri waktu aku 2 hari
lagi. Ada urusan yang harus saya selesaikan.”
Danu : “Oke, tapi 1 setengah hari saja. Karena Chika
harus segera melakukan operasi transplantasi jantung dalam minggu ini, karena
kondisinya yang sudah semakin memburuk.”
Bima : “Baiklah.”
Kemudian bima pulang kerumahnya dengan
hati yang parau. Hatinya terus meronta antara mau dan tidak mau, setuju dan
tidak setuju untuk melakukan semua hal tersebut. Terdengar sayup semilir angin
dan bisikan hati yang sendu bahwa ia harus melakukannya untuk kebaikan
orang-orang disekitarnya. Setelah sampai di rumah, ia pun langsung memasuki
kamar nya, dan menulis 2 pucuk surat untuk papahnya dan untuk chika, yang akan
di berikan dan di baca oleh Ayahnya dan chika ketika ia sudah tiada nanti.
Keesokan
harinya, Bima menemui chika. . .
Bima : “Selamat pagi om?”
Papah
Chika : “Selamat pagi.”
Bima : “Chika nya ada om?”
Papah chika : “Dia, dia ada di kamarnya. Di sedang
sakit.” (ucap papah Chika dengan raut muka yang sendu)
Bima : “Apakah saya boleh melihatnya
om?”
Papah
Chika : “Ya, tentu saja boleh. Silahkan.”
Bima : “Chika, kamu baik-baik saja
kan?” (sambil mengenggam tangannya)
Chika : (Chika pun terdiam, yang ada
hanya air mata yang menetes pada sudut matanya)
Bima : “Chika, kamu kenapa nangis? Kamu ga
usah sedih, kan ada aku di sini.” (cobanya menghibur)
Chika : “Makasih ya bim, kamu udah mau jadi
teman baik aku. Selama ini, aku belum pernah punya teman seperti kamu. Aku
hanya di rumah, di rumah dan di rumah. Aku ini bagaikan terkurung di sangkar
emas. Papah ga pernah ijinin aku untuk bebas di luar sana, jangankan pergi
bermain di luar, untuk sekolah pun aku harus homeschooling. Ini semua papah
lakukan karena penyakit yang aku derita. Ya, aku punya penyakit bim, aku punya
penyakit jantung, jantung aku lemah sejak lahir. Dan sekarang penyakit ini akan
merenggut nyawaku.”
Bima : “Kamu ga boleh bilang kaya gitu, kamu
harus semangat dan optimis dalam menjalani hidup.”
Chika : “Ga bim, hanya tinggal beberapa hari
lagi sisa waktu ku. Karena sampai sekarang, belum ada pendonor yang mau
mendonorkan jantungnya untukku. Haah,, siapa juga yang mau mendonorkan
jantungnya untuk ku???! Pasti ga ada orang yang mau melakukan itu !”
Bima : “Ada ! pasti ada chika !”
Chika : “Siapa??? Siapa ??? Siapa orang itu???
Ga akan ada bim ! ga akan !” (derai air mata yang terus mengalir dari kelopak
mata chika menambah suasana haru di dalamnya)
Bima : (bima pun memeluk chika, sambil hatinya
bergumam “ada chika, ada orang yang mau donorin jantungnya buat kamu. Orang itu
aku chika” air mata pun jatuh dari mata Bima.)
Sore harinya Bima langsung bertemu
dengan Danu, di taman kota seperti kemarin.
Danu :
“Bagaimana? Kamu jadi kan? menandatangani surat ini?”
(dengan
tangan bergetar bima pun mengambil surat dan bolpoin dari Danu, dan menandatanganinya.)
Danu : “Baiklah,
terimakasih banyak bima. Saya bangga dengan kamu. Tenang saja, sisa uangnya
akan kami berikan pada keluargamu. Dan ini, ini boleh kamu minum semuanya.”
(dengan memberinya beberapa butir pil untuk membuat Bima kehilangan nyawanya,
dan jantungnya akan digunakan untuk tranplantasi pada jantung Chika.)
Kemudian, Danu segera mengabari ayah
chika, bahwa ia telah mendapat pendonor jantung untuk chika.
Danu : “Selamat sore pak?”
Papah
Chika : “Iya, bagaimana Danu?”
Danu : “Saya sudah mendapatkan orang
yang mau mendonorkan jantungnya pak !”
Papah
Chika : “Apa? Benarkah itu? Baik lah,
termakasih Danu.”
Kemudian dengan segera, ayah chika
berkemas dan segera membawa chika ke rumah sakit yang berada di Singapore untuk
melakukan tranplantasi jantung.
Papah Chika : “Ayo chika, kamu tenang saja ya nak, kamu
pasti akan sembuh. Karena papah sudah menemukan orang yang mau mendonorkan
jantungnya buat kamu.”
Chika : “Tapi, bima mana pah? Bima
harus ikut ke singapore, pah.”
Papah
Chika : “Iya, tenang saja, nanti bima
akan segera menyusul.”
Sementara itu, setelah pulang dan
menandatangani surat persetujuan tersebut Bima pun pulang dan langsung memasuki
kamaranya yang ada di lantai atas. Dengan memutar musik dan menggunakan
headphone, Bima menatap surat yang ada di atas meja belajarya. Dan beberapa
butir pil kematian telah ada di genggaman tangannya.
Sementara itu, suasana di bawah sangat
ricuh. Ibu Bima datang kembali ke rumah itu bersama selingkuhannya. Mereka
datang dan memaksa naila untuk ikut dengannya. Namun, naila tidak ingin ikut
dengan ibunya, dia tetap ingin bersama ayahnya.
Papah
Bima : “Aku bilang lepaskan tangan
naila !”
Naila : “Aku ga mau mah, aku ga mau
ikut mamah.” (ucap naila sambil menangis)
Ibu
Bima : “Sudah, ayo cepat ikut mamah.”
(dengan menggendong paksa naila)
Papah
Bima : “Aku bilang turunkan naila !
naila tidak ingin ikut dengan mu.”
Ibu
Bima : “Tidak!Aku tidak akan
melepaskan naila. Akan aku bawa naila bersamaku !”
Papah
bima : “Kamu !!!” (mengangkat
tanagnnya dan ingin menampar mantan istrinya itu)
Kemudian selingkuhan mantan istrinya pun
tiba-tiba memasuki rumah itu. Dan . . .
Om Heru : “Sudah cukup hentikan ! semuanya diam !” (sambil
mengeluarkan pistol dari kantong celananya)
Dan.
. . Dooorr !!! sebutir peluru terlepas
dari pistolnya itu dan melayang kemudian tertanam pada dada papah bima.
Seketika papah bima pun jatuh tersungkur.
Naila : “Papaaaaahh ...... !!!!”
Sementara itu, di kamar atas bima telah
meminum obat kematiannya.
Tidak beberapa lama, ke duanya pun
dengan cepat dilarikan kerumah sakit. Keduanya masih hidup namun dalam keadaan
kritis.
Danu : “Suster...suster.. pasien yang pertama
turun dari ambulan, itu adalah bima pasien pendonor jantung, suster !”
Ayah bima baru di turunkan dari ambulan
saat danu berbicara seperti itu, ayah bima yang dalam keadaan kritis namun
tidak hilang kesadaran mendengarnya dan berkata :
Papah bima : “Biar, biar jantung saya saja yang digunakan untuk donor
transplantasi jantung. Jangan jantung anak saya, bima. Gunakan jantung saya.
Saya adalah ayahnya Bima.”
Kemudian, danu pun menyetujinya, dan
melakukan tes kecocokan dan hasilnya pun telah cocok. Transplantasi jantung pun
di lakukan.
Ternyata, jantung yang di donorkan untuk
chika adalah jantung dari Ayah bima. Ia rela mengorbankan jantungnya demi
anaknya, Bima. Ia tak mau jika Bima mendonorkan jantungnya pada orang lain,
karena ia tak mau kehilangan Bima, lebih baik nyawanya yang terenggut di
bandingkan dengan nyawa anaknya yang lebih berharga.
Akhirnya, chika pun berhasil melakukan
tranplantasi jantungnya tersebut. Dan bima pun telah sembuh dari masa-masa
kritisnya, akibat meminum obat kematian itu.
Kemudian, mereka berdua mendatangi
tampat peristirahatan terakhir ayah bima.
Chika : “Bima, maaf kan aku. Karena aku
semuanya jadi begini”
Bima : “Sudah chika, tak apa. Ini semua adalah
takdir, kau sembuh dari sakitmu itu karena takdir, dan aku bisa bertemu dan
berteman dengan mu itu juga takdir. Tidak ada yang perlu di sesali, karena ini
memang sudah jalannya.”
Akhirnya, mereka pun bisa menjalani dan
menikmati hidup dengan lebih baik.