Ku
tengadahkan kepala, memandang luas langit dan mencoba menatap mentari. Aah,
sinarnya menusuk mata membuat kelopak mataku menutup. Ramainya lalulalang
burung di atas sana. Sepertinya musim gugur datang kembali, helai demi helai
dedaunan tua tertiup semilir angin dan jatuh menyentuh bumi. Satu persatu ku
cabuti rumput liar disekitar, terlihat ilalang juga sudah mulai meramaikan tempat
ini.
Pagi
ini mataku ikut berembun. Bayangan setahun yang lalu membelai ingatanku....
# # #
Sebuah
kecupan hangat di kening menyadarkan ku dari mimpi yang tak kalah indah seperti
realita dunia. Senyuman indah yang merekah dari bibir manisnya, itu yang
pertama kali kuliahat setiap kali membuka mata. “Sudah waktu subuh sayang, ayo
bangun.” Suara lembutnya seakan membelai pendengaranku. Aku hanya membalas
dengan kedipan mata dan senyuman, tak lupa ku balas mengecup hangat keningnya
sebelum beranjak dari tempat tidur.
Dewi
Keylaili, nama indah istriku. Ya, dia adalah istriku, usia pernikahan kami
masih seumur jagung. Beruntung dan bahagianya aku bisa memilikinya. Ingin
selamanya dan seterusnya aku berada disampingnya. “Tak boleh ada yang
merebutnya dari sisiku.” Hahaa itu fikiran egoisku.
“Sayang..
ini teh hangatnya di minum dulu.” Sapanya sembari menghampiriku dengan membawa
teh hangat itu. Namun, tiba-tiba langkah kaki istriku goyah, dan cangkir teh yang di bawanya terjatuh. “Aah..”
keluh Dewi sembari memegangi kakinya. “Hati-hati sayang.. Sayang, kamu sakit?
Mukamu pucat? Aku panggilkan dokter yah?” tanyaku gugup ketika melihat pucatnya
wajah Dewi. “Ngga usah, aku ga kenapa-kenapa ko sayang, kepalaku hanya pusing
sedikit. Istirahat sebentar juga sudah sembuh.” Katanya sambil tersenyum.
“Benar? Tapi mukamu pucat..” tanyaku khawatir. “Maksudmu muka ku tak cantik
lagi begitu?” ucapnya. “Haha, bukan begitu sayang.” Sanggahku. “Ya sudah, lebih
baik sekarang kamu berangkat kerja, sudah jam 8 nanti terlambat lagi.” Kata
dewi mengingatkan ku. “Oh iya, ya sudah aku berangkat dulu ya sayang. Kamu
istirahat saja, biar si Mbo’ yang mengerjakan pekerjaan rumah.” Perintahku.
“Iya sayang, hati-hati ya.” Katanya. “Iya, baik-baik di rumah.” Kembali ku
mengecup keningnya sebelum pergi menuju kantor.
***
Beberapa
saat kemudian, Dewi pun meminta ijin pada si Mbo’ untuk pergi ke dokter dengan
mengendarai mobilnya sendiri. “Hati-hati ya neng bawa mobilnya”. Ucap si Mbo’
khawatir. “Iy mbo’.” Saut Dewi.
Selang
beberapa jam, Dewi pun sudah kembali dari dokter dan sampai di rumah. “Mbo’ ...
Mbo’...” teriak Dewi ketika memasuki rumah. “Iya neng..? ada apa neng??” tanya
Mbo’ dengan gugup. “Mbo, kata dokter Dewi hamil Mbo’!! katanya kandungan Dewi
baru 7 minggu.” ucap Dewi kegirangan sambil memeluk si Mbo’. “Mbo’ kira ada apa
neng datang kerumah teriak-teriak.
Syukurlah neng, Mbo ikut senang. Neng duduk manis saja di rumah, biar
Mbo yang mengerjakan semua pekerjaan rumah ya.” perintah si Mbo. “Ah, Mbo ini
lebay juga ya. Ga mau, Dewi maunya bantuin si Mbo juga.” Balas Dewi dengan
tiba-tiba memegangi kepalanya kembali. “Tuh kan, udah neng istirahat saja.” Ucap
si Mbo’. “Dewi cuma pusing sedikit saja ko Mbo’.”
***
“Sayang,
nanti siang Dewi ke kantor ya? Sekalian bawakan makan siang.” Ucap Dewi melalui
telephone. “Tapi kamu kan sedang kurang sehat wi? Lebih baik kamu istirahat
saja di rumah ya?” saranku. “Dewi sudah sembuh ko sayang. Pokoknya Dewi mau
kesitu, Dewi mau memberitahumu sesuatu sayang.” Paksa Dewi. “Ya sudah, aku
tunggu ya. Hati-hati ya sayang.” Kataku menutup pembicaraan.
Dewi
pun segera bergegas dan tak lama kemudian sudah siap untuk pergi menemui
suaminya. Dewi pun langsung memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Sepertinya
cuaca kurang mendukung. Awan mendung setia memeluk langit, dan jutaan liter air
pun jatuh mencium bumi. Pandangan Dewi pun tetap fokus ke depan, suasana
hatinya begitu baik. Senyumnya selalu menghiasi wajahnya nan ayu itu.
Sampai
di persimpangan jalan, melaju cepat sebuah minibus dari arah kirinya, klakson
mobil minibus terus berbunyi dan sedikit lagi minibus itu menabraknya. Tapi untunglah,
minibus masih bisa dikendalikan dan dapat berhenti. Dewi bernafas lega,
jantungnya serasa ingin melompat dari kedudukannya.
Namun,
dari arah kanannya melaju sebuah mobil container dengan kecepatan tinggi, dan “Bbrrraakkk...!!”.
Kecelakaan pun tak terhindarkan. Mobil yang di kendarai Dewi sudah tak
berbentuk. Dewi tak melihat jika rambu-rambu lalu lintasnya berwarna merah dan
seharusnya ia berhenti. Namun Dewi tetap saja melaju karena tak melihatnya. Hari
ini tak hanya hujan air, hujan darah pun ikut mengiringi, dan sesaat lagi akan
terjadi hujan air mata.
Sedetik
kemudian, tempat kejadian tersebut ramai di kerumuni banyak orang dan para
polantas. Dewi segera di bawa ke rumah sakit, namun jiwa Dewi terpisah lebih
dulu dengan raganya sebelum ia sampai ke rumah sakit.
***
Lututku
lemas, gemetar, pandangan meredup, aku fikir ini hanya omong kosong belaka
ketika mendapat kabar tentang istriku. Aku hanya bisa tersungkur tak berdaya,
menangis dan berteriak semauku. Untuk pulang pun rasanya aku tak punya tenaga,
hingga teman kantorku yang mengantarku pulang.
Dari
kejauhan terlihat bendara kuning yang melambai-lambai menyambut kedatanganku. Sakit
sekali rasanya hati ini ketika melihat wajah cantik istriku yang terbujur kaku,
raut membeku, dan yang membuat hatiku begitu hancur lagi.. penuh luka yang ikut
menghiasi tubuh istriku.
Tak
bisa ku tahan laju air mataku yang terus merembasi mata ini. Fikiran egoisku
terus menggelayuti fikiranku “Tak boleh ada yang merebutnya dari sisiku...” “Tak
boleh ada yang merebutnya dari sisiku...” “Tak boleh ada yang merebutnya dari
sisiku...”
“Sayang...
aku datang, kenapa kau tak memberikan pelukanmu, bahkan senyumpun tidak. Ada apa
dengan mu, apa salahku sayang..?? bicaralah, katanya kau ingin mengatakan
sesuatu pada ku? Apa yang ingin kau katakan? Bicaralah? Bicaralah sayang....
jangan kau diamkan aku seperti ini...?” aku terus saja meracau tak jelas dan
menangis dihadapannya.
“Mas,
mas Rangga.” Si Mbo memanggilku, aku hanya menyaut dengan menatapnya. “Mas,
Sebenarnya neng Dewi pergi ke kantor mas karena dia ingin memberitahumu sesuatu,
dia ingin memberitahumu bahwa saat ini dia sedang hamil mas... Selepas mas pergi
ke kantor, Dewi pamit pergi ke dokter, setelah kembali dari dokter dia bilang kata
dokter usia kandungannya baru 7 minggu mas.” Jelas si Mbo dengan menangis
tersedu-sedu.
Ya
Tuhan... Apa ini..??! Ini begitu menghujam jantungku. Sakit. Hati ini begitu
sakit. Benar-benar meluluh lantahkan seisi hati ini. Kehilangam orang yang dicintai
secara mendadak seperti ini, di tambah calon anakku pun ikut terenggut. Maut memang
slalu datang tak pernah permisi.
# # #
Jika
mengingat kejadian itu pastilah mataku berembun. Kembali ku bersihkan makam
istriku dari dedaunan kering yang berjatuhan dan rerumputan liar yang mengganggu
pemandangan makam cantik istriku ini. Hari ini, tepat satu tahun sudah istriku dan
calon bayiku meninggalkan dunia yang kejam ini. Mereka sudah tenang di sisi-NYA.
*created by. Yopi N